It’s A Place for Self-Reflection, The World of Words Expressing Limitless Thoughts, Imagination, and Emotions

17 September 2008

Immersion Program dan Ospek yang Mencerahkan

Much. Khoiri
Ada pendapat yang menggarisbawahi, ospek mahasiswa baru (maba) seyogianya ditingkatkan kualitasnya, dengan “format baru”. Pada dasarnya saya sependapat dengan hal itu. Ringkasnya, ospek harus memberikan added value kepada maba.
Hanya, di sini saya ingin menawarkan suatu paket ospek yang menurut filosofi, pendekatan, dan mekanismenya “jauh dari perploncoan.” Paket ini ospek berpendekatan immersion program (program celup). Filosofinya, benda kering yang dicelupkan ke dalam air akan cepat menyerap air, basah dan jadi bagian tak terpisahkan dari air itu. Prosesnya alamiah, praktis, namun hasilnya nyata.

Analognya, orang belajar bahasa Bali, ia akan lebih cepat menguasai bahasa dan budaya Bali jika ia hidup di tengah komunitas penutur asli atau non-asli yang selalu memakai bahasa ini. Intinya, harus ada exposure kondusif yang memaksanya selalu memakai bahasa/budaya Bali.
Orang yang mau jadi wartawan digodok dalam workshop jusnalistik atau magang di koran/majalah tertentu. Orang yang mau jadi penulis sastra-budaya, hadirilah komunitas sastra-budaya dan dialoglah dengan sastrawan—semisal Umbu Landu Paranggi, Oka Rusmini, atau Ayu Utami. Bahkan para TKW kita, yang semula (hampir) nol besar dalam bahasa (budaya) asing, akhirnya “mahir” bercas-cis-cus dan lihai cara makan, bertegur sapa, dan sebagainya.
Maka, begitulah, maba juga bisa ‘dicelupkan’ total dalam miliu dan komunitas kampus. Mereka diajak mengenal berbagai fasilitas kampus, fasilitas belajar, berbaur dengan sesama mahasiswa, dan sebagainya dengan metode eksperimentasi laboratorium.
Dengan metode ini “pemateri” bertindak bukan sebagai pengajar tapi sebagai pemandu, motivator, atau fasilitator dalam mengajak mahasiswa menyikapi stimulus exposure yang dimiliki kampus.
Mahasiswalah yang aktif menggali, bereksperimen, mengalami dan menemukan. Tanpa disadari, mereka tak hanya belajar (learning), tapi juga memperoleh (acquiring) seluk beluk situasi dan kondisi kampus secara alamiah. Muaranya, maba akan benar-benar “basah” informasi dan pengalaman tentang kehidupan kampus dan tradisi akademiknya.
Adapun materi dan kegiatan menyesuaikan waktu ospek. Awalnya, maba diberi informasi tentang berbagai fasilitas/lembaga penting di kampus semisal perpustakaan, laboratorium, kampus, unit kegiatan mahasiswa. Mereka pun harus mengenal profil setiap lembaga itu.
Mereka juga diperkenalkan wawasan (tradisi) akademik, agar kelak mudah beradaptasi dengan sistem pendidikan tinggi, teknik belajar, teknik diskusi, sistem evaluasi, masalah belajar, signifikansi lembaga intern kampus bagi kuliah, dan peluang akademik lain.
Juga bidang ekstrakurikuler dan kesejahteraan. Maba harus tahu wadah pengembangan nalar (semisal LKTI) dan penyaluran bakat minat (seperti olahraga atau seni budaya). Dalam kesejahteraan, mereka harus tahu bimbingan konseling, beasiswa, keringanan/ pembebasan SPP, asuransi mahasiswa, Kopma, Mawapres, dan dana kegiatan mahasiswa. Bidang ini berimej spontan-mendalam di benak maba.
Setelah itu mahasiswa diajak observasi lokasi ke lembaga-lembaga intern kampus, terutama yang relevan dengan kebutuhan mahasiswa. Dengan instrumen valid, mereka melakukan observasi., survei atau wawancara tentang lembaga yang diminati. Berkelompok mungkin lebih baik. Lalu mereka ditugasi menulis laporan dari hasil survei dan investigasi.
Lalu laporan itu disajikan pada diskusi kelompok kecil atau panel di gugus fakultas. Inilah yang perlu ditekankan agar mereka bisa mengekspresikan hasil temuan, argumen dan gagasan baru. Dosen pemandu hanya memfasilitasi diskusi, membuat catatan, membimbing mereka menarik simpulan diskusi.
Di situ akan tampak kompetensi maba membaca miliu kampus, menyusum reportase (makalah), kompetensi diskusi, kerja kelompok, serta kompetensi individual. Setidaknya, mereka mengalami proses kegiatan ilmiah yang tentu amat signifikan bagi prakondisi mental mereka menyambut kuliah.
Maba juga bisa dilengkapi Pra-LKMM berupa lesdership dan kompetensi dasar berorganisasi. Mereka bisa mempelajari teknik analisis kondisi lingkungan, penjabaran rencana kegiatan, dasar organisasi, administrasi organisasi, teknik pengendalian motivasi, dan latihan membuat proposal kegiatan.
Rangkaian kegiatan ospek itu mengerucut ke tingkat Jurusan atau program studi. Mereka bisa bersialog langsung dengan dosen dan kakak angkatan. Alasan memilih program studi juga menarik didialogkan. Barulah setelah itu mereka menempuh pembimbingan akademik dan pemrograman.
.
Meski demikian, untuk keseimbangan, acara-acara selingan perlu disisipkan, seperti renungan rohani, menari, menyanyi bersama, baca puisi, kuiz “ospek” berhadiah, role play sederhana, atau melawak. Ini akan melenyapkan kepenatan dan kejenuhan.
Yang jelas, paket materi dan kegiatan ospek di atas agaknya mempeluangi maba bagi tumbuhnya kreativitas, kemandirian, keberanian, kebersamaan, dan sebagainya. Dan inilah yang lebih mereka butuhkan untuk pencerahan semangat belajar, bukan praktik perploncoan yang menakutkan.**

5 komentar:

Unknown mengatakan...

pagi pak...... :)
memeng selama ini konsep ospek selalu dekat dengan perpeloncoan--mungkin bukan dalam bentuk kekerasan--. seperti halnya di kanmpus, khususnya fakultas kita tercinta.
namun, konsep ospek telah diwariskan secara turun-temurun. karen itu, mungkin sulit untuk mengubah stereotip berpikir mahasiswa bagaimana seharusnya ospek. munkinkah konsep ospek yang bersift membangun bisa diterpkan di kampus qta tercinta???

my creative forum mengatakan...

mudah2an saja suatu saat bisa terjadi dan dilaksanakan di institusi tercinta

Gustaf Wijaya mengatakan...

Love EIP concept so much Sir..hehe
.
.
.

.


.
tapi, terkadang 3 hari terasa kurang Pak T.T

my creative forum mengatakan...

thanks a million. we need to get accustomed to it. Bravo

my creative forum mengatakan...

thanks a million. we need to get accustomed to it. Bravo