It’s A Place for Self-Reflection, The World of Words Expressing Limitless Thoughts, Imagination, and Emotions

14 Juli 2013

KOBARKAN INSPIRASI MENULIS ANDA!


Oleh MUCH. KHOIRI

Dari mana datangnya inspirasi (ilham) menulis? Apakah hadir secara kebetulan sebagai gejala alam, atau sengaja dihadirkan? Ataukah inspirasi harus direbut dan diperjuangkan agar ia membuat kita menulis sesuatu?


Tak sedikit orang yang mengaku “mencari inspirasi”, dengan berjalan di mal, naik bus ke berbagai daerah, menyaksikan demonstrasi, mengamati bencana alam, semedi di dalam goa, dan sebagainya. Mereka mengira, di sanalah mereka akan menemukan inspirasi yang pantas untuk ditulis.

Namun, sejatinya, apakah inspirasi memang tersedia di mal, daerah pinggiran, area demonstrasi, lokasi bencana, goa, atau tempat lain? Buatlah daftar tempat sesuai dengan selera Anda. Lalu, jawablah apakah inspirasi ada di sana dan Anda tinggal memungutnya?

Mungkin Anda menjawab, inspirasi itu Anda temukan di sana. Namun, sebenarnya tidak! Inspirasi tumbuh dalam diri Anda bukan pada lokasi kosong tanpa pengetahuan Anda sebelumnya. Tempat-tempat itu hanya sebagai lokasi tumbuhnya inspirasi, tempat terpicunya pengetahuan lama oleh pengetahuan baru untuk mewujudkan suatu entitas baru.

Mengapa demikian? Inspirasi bisa tumbuh dalam diri Anda karena Anda telah memiliki gugusan pengetahuan lama (prior knowledge) yang kemudian dipicu (triggered) oleh suatu pengetahuan baru—yang diperoleh dengan melihat, mendengar, meraba, mengecap, mencium, memikirkan, atau merasakan suatu objek personal dan impersonal.  

Sementara itu, pengetahuan lama (prior knowledge) itu telah Anda peroleh dengan melihat, mendengar, meraba, mengecap, mencium, memikirkan, atau merasakan suatu objek personal dan impersonal pada waktu sebelumnya. Ada perbendaharaan pengetahuan lama yang telah menyatu dengan Anda—dan akan bertambah dari waktu ke waktu.

Semakin banyak pengetahuan lama, semakin besar kemungkinan untuk tumbuhnya inspirasi tatkala dipicu oleh suatu pengetahuan baru. Dengan demikian, luasnya pengetahuan lama berbanding lurus dengan cepatnya pertumbuhan inspirasi. Maka, orang yang sulit menangkap inspirasi bisa disebabkan kurangnya wawasan.

Jelasnya, ketika Anda menangkap inspirasi untuk menulis tentang Borobudur, Anda pastilah sudah punya simpanan wawasan tentang Borobudur atau candi-candi sejenis sebelum inspirasi itu tumbuh. Mustahil Anda mulai dari lahan pikiran yang kosong! Sementara itu, aktivitas Anda mendengar, membaca atau mendatangi candi itu menjadi pemicu bangkitnya simpanan wawasan terdahulu dan mewujud menjadi inspirasi baru.

Dengan demikian, agar mudah menumbuhkan inspirasi, Anda wajib memiliki wawasan luas. Sementara, keluasan wawasan hanya bisa dipenuhi dengan banyak “membaca” dalam arti luas—tidak hanya membaca teks, melainkan juga membaca konteks.

Untuk menjadi penulis baik, Anda harus menjadi pembaca yang baik, yang memiliki reading habit yang baik pula. Bacaannya banyak dan bervariasi: buku, majalah, jurnal, koran—dan kehidupan. Dengan sendirinya Anda memiliki akumulasi pengetahuan dan informasi memadai; oleh karena itu, Anda berwawasan luas.

Saat wawasan Anda luas, latar pengetahuan Anda memungkinkan Anda peka terhadap isu-isu kehidupan yang berkelebat dalam masyarakat. Dalam kondisi ini, menemukan ide bukan lagi suatu masalah. Anda tidak repot menemukan ide, namun justru repot kapan menuangkan antrean ide-ide itu ke dalam bentuk tulisan.

Memang, tak bisa dimungkiri, ada kalanya inpirasi itu suatu keajaiban—yang begitu saja menggoda dalam benak seseorang. Namun, jika dia tidak memiliki wawasan luas, boleh jadi inspirasi itu tidak bisa diakomodasi oleh akalnya sehingga bisa terbentuk menjadi sebuah karya. Kemacetan menulis bisa disebabkan oleh kondisi semacam ini.

Jika Anda berjalan di mal, naik bus ke berbagai daerah, menyaksikan demonstrasi, mengamati bencana alam, semedi di dalam goa, dan sebagainya; semua ini hanyalah untuk memicu simpanan wawasan yang telah Anda pahami dan hayati sebelumnya. Jadi, prinsipnya tetap, Anda harus berwawasan luas dengan rajin membaca.

Yang menarik, inspirasi itu tansendental—melintas ruang dan waktu. Amat boleh jadi Tuhan, lewat malaikat-malaikat-Nya, membagikan bibit inspirasi (ide) ke berbagai penjuru bumi. Maka, di luar pengetahuan Anda, mungkin ada orang Amerika, Inggris, atau Thailand yang memikirkan dan menulis topik sama pada waktu sama.

Selain itu, juga amat boleh jadi, Anda menulis mendapat inspirasi topik yang sama dengan suatu karya ratusan tahun silam meski Anda belum pernah membaca karya itu. Saya yakin hal ini, karena saya pernah mengalaminya. Cerpen saya “Obsession” memiliki cerita yang mirip dengan salah satu cerpen Ernest Hemingway “The End of Something”, dan hampir sama dengan sebuah film—padahal sebelumnya saya tidak pernah “membaca” karya-karya itu.

Begitulah, membaca teks dan konteks merupakan prasyarat penting bagi terbangunnya wawasan luas, tempat benih-benih inspirasi memungkinkan tumbuh. Karena itu, bacalah, bacalah, dan bangunlah gudang wawasan atau ladang pengetahuan—agar pengetahuan baru Anda memantik inspirasi-inspirasi.

Perbanyaklah “membaca” dan kobarkan api inspirasi Anda. Jangan pernah bermimpi untuk berhenti membaca; karena hal itu akan meredupkan atau bahkan memadamkan api inspirasi. Jika api inspirasi itu padam, pupuslah harapan untuk menjadi penulis yang baik.  
Singkatnya, inspirasi itu bisa dikonstruksi, diciptakan, atau dikondisikan. Jangan hanya menunggu inspirasi turun dari langit atau muncrat dari perut bumi. Kata orang bijak, “If you wait for inspiration, you're not a writer, but a waiter.” (Jika Anda menunggu inspirasi, Anda bukanlah penulis, melainkan seorang penunggu.)

Gresik, 13 Juli 2013.
Copyrights@Much. Khoiri, 2013.

1 komentar:

Pak Mun mengatakan...

Inspirasi saya sudah berkobar-kobar. Tapi belum bisa membakar. Terimakasih telah "ngububi" Mas Much. Khoiri