Much. Khoiri
Judul tulisan ini dipilih bukan sok keminggris, namun hanya untuk memenuhi rima agar terdengar indah,
seindah makna pengalaman bagi yang mengalaminya. Maksudnya, jika bepergian, Anda
sebaiknya naik pesawat atau kereta api? Berikut ini catatan pengalaman saya.
Dalam kasus saya, untuk urusan taksi, saya pilih kereta api
(KA). Saya tinggal di Driyorejo. Selain waktunya lebih irit, naik taksi dari
rumah ke Gubeng hanya perlu merogoh kocek Rp 103 ribu; sedangkan ke Juanda perlu
Rp 135 ribu. Tip-nya sama: Rp 10-20 ribu! Jadi, KA lebih hemat.
Untuk urusan tiket,
KA juga tentu lebih hemat. Saya dapat Rp 325 ribu tiket Argo Wilis tujuan
Jogja; sementara, jika ambil Lion Air, saya perlu membayar Rp 550 ribuan—plus airport tax yang berlaku untuk pesawat,
bukan untuk KA. Dengan KA, saya bisa berhemat Rp 250 ribu. (Kalau
pergi-pulang, saya bisa ngirit Rp 500 ribu, kan?)
Bagaimana fasilitas? Antara KA dan pesawat hampir sama.
Tempat duduk (seat) sama-sama nyaman,
bahkan space KA lebih luas—sehingga
kaki bisa berselonjor. Keduanya sama-sama dilayani oleh kru yang bertugas.
Kalau orang boleh jalan-jalan dan ber-BAB/K (buang air besar/kecil) di pesawat,
saya malah bisa lebih leluasa di KA.
Dalam hal keamanan (security),
demikian pula. KA kini juga sama amannya dengan pesawat. Jika dibilang
sebaliknya, pesawat sama tidak amannya dengan KA. Kalau orang sedang kurang
beruntung, kehilangan sesuatu bisa terjadi terhadap barang atau bagasi kita,
baik di KA maupun di pesawat. Jika ada pembajakan KA, ada juga pembajakan
pesawat.
Keselamatan
(safety) setali tiga uang. Jangan kira pesawat imun kecelakaan. Dalam 10 tahun
terakhir terjadi 34 kecelakaan pesawat per tahun, dengan 16 di antaranya
pesawat penumpang. Selama September 2001--April 2006 telah terjadi 85
kecelakaan KA. Nah, kuantitas kecelakaan memang di pihak KA, tapi “kualitas”
korbannya silakan tebak sendiri.
Baiklah, lupakan korban, itu prerogatif
Tuhan. Sekarang, tentang makan saja. Jika mau pesan, baik pesawat maupun KA
lazim menyediakan layanan ini. Namun, untuk kocek yang pas-pasan, KA akan lebih
bersahabat. Satu lagi, dengan naik KA, saya bisa membeli nasi pecel pincuk saat
berhenti 5 menit di stasiun Madiun.
Setelah makan, saya mungkin tergoda
untuk bertelpon-ria. Di pesawat saya mustahil bisa menyalakan hape; saya bisa
ditegur oleh pramugari. Kalau di KA, saya bisa bebas berhalo-halo dengan
siapapun, sampe kelelahan sekalipun. Bahkan bisa saya sambi dengan mengetik tulisan. Jika baterei mulai menurun, saya
bisa memanfaatkan soket untuk nge-charge
alat elektronik saya.
O ya, kalau urusan waktu, harus diakui
bahwa pesawat lebih efisien. Dengan kecepatan 850 km/jam darat, pesawat tentu
melesat berlipat dibanding KA. Untuk Surabaya-Jogja, pesawat hanya perlu 1 jam
10 menit; sedangkan KA butuh sekitar 4,5 jam. Dalam hal ini, pesawat mengagumkan.
Tentu saja, itu waktu perjalanannya.
Mengapa? Jika dihitung waktu untuk mengantre check-in, waktu check-in,
waktu tunggu, waktu persiapan take-off,
dan waktu ambil bagasi—jatuhnya juga lama. Belum lagi, jika kena delay. Saat ini, pesawat-lah yang sering
delay; dan ini sangat menyebalkan.
Sementara itu, untuk KA, jangan lupa,
waktu boleh lama, namun KA menyediakan pemandangan (view) yang jauh lebih alami daripada pesawat. Keindahan naik pesawat hanya tatkala take-off dan menjelang landing. Dari pesawat tampak lanskap dan
topografi daerah sekitar bandara yang memesona. Namun, setelah itu, saya hanya memandang
gugusan awan, hampa, dan awan.
Dengan naik KA, saya bisa melihat awan,
hujan, rumah kumuh, gedung, sungai, banjir, ngarai,
orang mandi di kali, orang membajak, pesawahan, pepohonan, rumpun bambu, kebun
tebu, kebun jagung, ladang kasava, burung beterbangan, kemacetan lalu-lintas,
kesedihan, kemelaratan—dan 1001 kisah kehidupan!
Belum pernah sekali pun saya
menyaksikan pemandangan yang lebih indah dan alami dengan naik pesawat. Meski
saya sudah pernah terbang puluhan kali dengan pesawat, tak lebih mengesankan
dibanding naik KA yang baru sekali-dua kali.
Begitulah, saya telah memaparkan semua catatan pengalaman
saya. Dari semua itu, saya lebih sreg
naik kereta api daripada pesawat, dengan beberapa kondisi: (1) perjalanan 4-5
jam (Surabaya-Jogja), (2) perjalanan siang hari, (3) bersama yang tersayang,
(4) urusan santai atau wisata, (5) tidak melintasi laut, (6) tidak sedang
berpuasa.....dan (7) sehat jasmani dan rohani.
Alhamdulillah, kereta Argo Wilis saya sudah tiba di stasiun
Gubeng 45 menit lalu, dan sekarang saya sudah turun taksi tepat di pintu rumah,
mendapati kembali tanaman dan bebungaan di beranda.
O ya, bagaimana tanggapan atau pengalaman Anda?
Driyorejo, Juni 2013.
Meretas Mimpi Lintas
Generasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar