It’s A Place for Self-Reflection, The World of Words Expressing Limitless Thoughts, Imagination, and Emotions

12 Juni 2013

Plane or Train?


Much. Khoiri

Judul tulisan ini dipilih bukan sok keminggris, namun hanya untuk memenuhi rima agar terdengar indah, seindah makna pengalaman bagi yang mengalaminya. Maksudnya, jika bepergian, Anda sebaiknya naik pesawat atau kereta api? Berikut ini catatan pengalaman saya.


Dalam kasus saya, untuk urusan taksi, saya pilih kereta api (KA). Saya tinggal di Driyorejo. Selain waktunya lebih irit, naik taksi dari rumah ke Gubeng hanya perlu merogoh kocek Rp 103 ribu; sedangkan ke Juanda perlu Rp 135 ribu. Tip-nya sama: Rp 10-20 ribu! Jadi, KA lebih hemat.

Untuk urusan tiket, KA juga tentu lebih hemat. Saya dapat Rp 325 ribu tiket Argo Wilis tujuan Jogja; sementara, jika ambil Lion Air, saya perlu membayar Rp 550 ribuan—plus airport tax yang berlaku untuk pesawat, bukan untuk KA. Dengan KA, saya bisa berhemat Rp 250 ribu. (Kalau pergi-pulang, saya  bisa ngirit Rp 500 ribu, kan?)

Bagaimana fasilitas? Antara KA dan pesawat hampir sama. Tempat duduk (seat) sama-sama nyaman, bahkan space KA lebih luas—sehingga kaki bisa berselonjor. Keduanya sama-sama dilayani oleh kru yang bertugas. Kalau orang boleh jalan-jalan dan ber-BAB/K (buang air besar/kecil) di pesawat, saya malah bisa lebih leluasa di KA.

Dalam hal keamanan (security), demikian pula. KA kini juga sama amannya dengan pesawat. Jika dibilang sebaliknya, pesawat sama tidak amannya dengan KA. Kalau orang sedang kurang beruntung, kehilangan sesuatu bisa terjadi terhadap barang atau bagasi kita, baik di KA maupun di pesawat. Jika ada pembajakan KA, ada juga pembajakan pesawat.

Keselamatan (safety) setali tiga uang. Jangan kira pesawat imun kecelakaan. Dalam 10 tahun terakhir terjadi 34 kecelakaan pesawat per tahun, dengan 16 di antaranya pesawat penumpang. Selama September 2001--April 2006 telah terjadi 85 kecelakaan KA. Nah, kuantitas kecelakaan memang di pihak KA, tapi “kualitas” korbannya silakan tebak sendiri.

Baiklah, lupakan korban, itu prerogatif Tuhan. Sekarang, tentang makan saja. Jika mau pesan, baik pesawat maupun KA lazim menyediakan layanan ini. Namun, untuk kocek yang pas-pasan, KA akan lebih bersahabat. Satu lagi, dengan naik KA, saya bisa membeli nasi pecel pincuk saat berhenti 5 menit di stasiun Madiun.

Setelah makan, saya mungkin tergoda untuk bertelpon-ria. Di pesawat saya mustahil bisa menyalakan hape; saya bisa ditegur oleh pramugari. Kalau di KA, saya bisa bebas berhalo-halo dengan siapapun, sampe kelelahan sekalipun. Bahkan bisa saya sambi dengan mengetik tulisan. Jika baterei mulai menurun, saya bisa memanfaatkan soket untuk nge-charge alat elektronik saya.

O ya, kalau urusan waktu, harus diakui bahwa pesawat lebih efisien. Dengan kecepatan 850 km/jam darat, pesawat tentu melesat berlipat dibanding KA. Untuk Surabaya-Jogja, pesawat hanya perlu 1 jam 10 menit; sedangkan KA butuh sekitar 4,5 jam. Dalam hal ini, pesawat mengagumkan.

Tentu saja, itu waktu perjalanannya. Mengapa? Jika dihitung waktu untuk mengantre check-in, waktu check-in, waktu tunggu, waktu persiapan take-off, dan waktu ambil bagasi—jatuhnya juga lama. Belum lagi, jika kena delay. Saat ini, pesawat-lah yang sering delay; dan ini sangat menyebalkan.

Sementara itu, untuk KA, jangan lupa, waktu boleh lama, namun KA menyediakan pemandangan (view) yang jauh lebih alami daripada pesawat.  Keindahan naik pesawat hanya tatkala take-off dan menjelang landing. Dari pesawat tampak lanskap dan topografi daerah sekitar bandara yang memesona. Namun, setelah itu, saya hanya memandang gugusan awan, hampa, dan awan.

Dengan naik KA, saya bisa melihat awan, hujan, rumah kumuh, gedung, sungai, banjir, ngarai, orang mandi di kali, orang membajak, pesawahan, pepohonan, rumpun bambu, kebun tebu, kebun jagung, ladang kasava, burung beterbangan, kemacetan lalu-lintas, kesedihan, kemelaratan—dan 1001 kisah kehidupan!

Belum pernah sekali pun saya menyaksikan pemandangan yang lebih indah dan alami dengan naik pesawat. Meski saya sudah pernah terbang puluhan kali dengan pesawat, tak lebih mengesankan dibanding naik KA yang baru sekali-dua kali.    

Begitulah, saya telah memaparkan semua catatan pengalaman saya. Dari semua itu, saya lebih sreg naik kereta api daripada pesawat, dengan beberapa kondisi: (1) perjalanan 4-5 jam (Surabaya-Jogja), (2) perjalanan siang hari, (3) bersama yang tersayang, (4) urusan santai atau wisata, (5) tidak melintasi laut, (6) tidak sedang berpuasa.....dan (7) sehat jasmani dan rohani.

Alhamdulillah, kereta Argo Wilis saya sudah tiba di stasiun Gubeng 45 menit lalu, dan sekarang saya sudah turun taksi tepat di pintu rumah, mendapati kembali tanaman dan bebungaan di beranda.

O ya, bagaimana tanggapan atau pengalaman Anda?

Driyorejo, Juni 2013.
Meretas Mimpi Lintas Generasi

Tidak ada komentar: