It’s A Place for Self-Reflection, The World of Words Expressing Limitless Thoughts, Imagination, and Emotions

09 Maret 2013

KUNJUNGI KALBU...


Much. Khoiri

Semua tempat yang layak dihuni dan dimiliki manusia, namun tidak dihuni atau jarang dikunjungi, akan diambil-alih oleh jin. Rumah atau gedung yang tak pernah ditempati, itu peluang bagi jin untuk menghuninya.


Jika Anda tak percaya, silakan memasuki rumah atau gedung tua yang sudah lama tak pernah dihuni, terutama pada malam hari. Berjalanlah secara perlahan dan natural ke sudut-sudut bangunan itu, terlebih di gudang atau kamar mandi. Atau duduklah berlama-lama di sana, dan amati serta rasakan apa yang terjadi. Mungkin Anda merasa ada hembusan angin dan Anda merinding dibuatnya.

Jika hal itu terjadi, janganlah takut. Itu artinya aora (cahaya diri) Anda sedang bersinggungan atau bergesekan dengan aora sebangsa jin. Bedanya, dia bisa melihat Anda, sebaliknya Anda (mungkin) tak bisa melihatnya. Meski demikian, Anda bisa merasakan keberadaan dan kehadirannya. Jika tak terjadi apa-apa setelah itu, berarti si jin memang tak berminat untuk mengganggu Anda.

Mengapa tak perlu takut? Jin itu sama-sama makhluk Tuhan, seperti halnya manusia. Bahkan, jin diciptakan lebih dulu (lebih senior) daripada manusia. Wamaa khalaqtul jinna wal insya illa liya’buduun (Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.) Jin diciptakan dari api, sedang manusia dari sari pati tanah. Meski dalam banyak aspek ada perbedaan antara jin dan manusia; hakikat kemakhlukan dua pihak ini sama: Sama-sama makhluk Tuhan.

Karena sama-sama makhluk Tuhan, Anda janganlah takut hanya akibat bersinggungan, bergesekan, atau bersimpangan aora dengan jin. Yakini bahwa ada jin yang baik, ada juga jin yang jahat (biasa disebut setan atau iblis)—sama dengan manusia. (Bahkan, ada yang menyangatkan begini: Manusia yang baik bisa melebihi maqam malaikat, sedangkan manusia jahat bisa melebihi setan atau iblis terjahat.). Kecuali kalau si jin itu mulai iseng dan usil, barulah Anda boleh waspada.

Jika jin sedang iseng atau sengaja menggoda Anda, dia akan menjelma atau memvisualisaikan dirinya ke dalam sesuatu yang mudah Anda lihat, agar Anda takut, karena Anda berpikir bahwa apa yang terjadi berada di luar kewajaran. Misalnya, dia akan membuka-menutup pintu, mematikan lampu, atau menggerakkan benda-benda di depan Anda. Atau mungkin dia  akan merupakan diri dalam wujud tengkorak, pocong, atau sundel bolong misalnya.

Namun, sekali lagi, tak usah takut. Ketakutan Anda justru akan meningkatkan intensitas jin yang sudah menjelma menjadi setan itu dalam menggoda Anda. Jika Anda kian takut, dia akan ketawa terbahak-bahak, karena dia telah mengalahkan Anda dengan mudah. Jika Anda kian takut, Anda mungkin blangkemen, tak mampu mengucap satu patah pun. Setan pastilah kegirangan.

Maka, tenangkan diri, dan beranilah menghadapinya. Hadapi dia bukan dengan fisik, karena dia tidak berbentuk fisik. Mubasir saja jika Anda menerapkan jurus bela diri Anda untuk menghadapi “serangan” jin atau setan seperti itu. Sebaliknya, Anda harus menghadapinya dengan kekuatan spiritual yang bersumber dari kalbu yang terlatih dengan Kalimah Allah. Dalam kondisi ini kalian berada dalam dimensi yang seimbang.

Memang benar bahwa bangsa jin itu jauh lebih tua daripada bangsa manusia. Mereka bertumbuh dan berkembang, namun belum pernah mati. Umurnya tak terbatas. Dari segi pengalaman, mereka pasti sangat teruji. Nabi Adam AS saja pernah diperdaya dan ditaklukkan hingga beliau terusir dari surga; sehingga anak-keturuan jin juga bisa sangat sakti hingga sekarang dan bahkan hingga kiamat tiba.

Namun, jangan lupa. Manusia dikaruniai kalbu, segumpal daging di dada kiri (*secara jasmaniah, itu disebut jantung!) yang menentukan baik-buruknya keseluruhan manusia itu. Yakni kalbu yang di dalamnya bersemayam akal (kusir otak; superego) dan nafs (self, diri)—baik nafs insani yang mengarahkan ke taqwa maupun nafs basyari (hewani) yang mengarahkan ke kefasikan. Justru karena posisi inilah, manusia bisa jauh lebih dahsyat kekuatan sipiritualnya dibandingkan jin atau setan; atau justru sebaliknya. Inilah keunikan manusia.

Jadi, kalau menghadapi jin atau setan, Anda harus menghadapinya dengan kekuatan spiritual. Mungkin Anda akan membaca mantra ini dan itu, atau membaca ayat-ayat suci tertentu. Namun, tunggu dulu. Yang penting bukan mantra atau ayat yang Anda baca, namun kalbu Anda yang membaca mantra atau ayat-ayat tersebut. Kualitas kalbu Anda akan menentukan apakah si jin atau si setan takluk pada Anda ataukah justru sebaliknya.

Kalau kalbu Anda tidak pernah berdzikir, sebagus apapun ayat yang Anda baca, tak akan mungkin memberikan efek dan dampak serang terhadap si jin/setan. Itu tak ada bedanya dengan menggumamkan kalimat-kalimat biasa dalam bahasa Anda sendiri. Setan tak akan takut pada Anda; justru Anda-lah yang akan tertimpa ketakukan.

Maksudnya, doa-doa yang dipanjatkan para sufi atau kiai-kiai besar berbeda tingkat kemakbulannya dibandingkan dengan doa-doa kita akibat tingkat intensitas kalbu yang memanjatkannya. Jika Anda minta didoakan sembuh oleh kiai khos akibat sakit tertentu, Anda mungkin hanya diberi segelas air putih untuk Anda minum. (Air putih yang diberi pak Kiai mengandung doa-doa dengan kekuatan Kalimah Allah.) Sementara itu, hal yang sama mungkin tak mampu Anda lakukan.

Begitulah, dalam “melayani” tantangan jin atau setan, Anda tidak memiliki pilihan kecuali mengintensifkan kalbu Anda untuk membiasakan diri dengan Kalimah Allah. Pembiasaan ini lazim ditempuh lewat dzikir, siang maupun malam. Dengan dzikir, selain menjadi tenang, kalbu akan menjadi terpelihara dari bisikan setan laknatullah, terjaga dari pikiran dan perbuatan yang mengakibatkan kemudharatan untuk diri sendiri dan orang lain.

Dalam keadaan dzikir, jika Anda membaca ayat Kursiy saat menghadapi genderuwo misalnya, dia akan lari terbirit. Namun jika kalbu Anda tidak pernah berzikir, dan kalbu Anda bebal, genderuwo itu pastilah hanya terbahak-bahak. Bacaan Anda tidak akan memberikan dampak ketakukan padanya sama sekali. Terlebih kalau kalbu Anda masih (maaf) kotor dengan berbagai jenis dosa.

Terlebih dipahami, setan itu bukan hanya berupa jin sendiri, melainkan juga berupa manusia. Kedua jenis setan ini bisa membisiki nafs manusia untuk melakukan berbagai perbuatan ke arah kefasikan. Mereka membisikkan serangan demi serangan dari segala penjuru arah, termasuk lewat ubun-ubun, ada yang menyusup lewat nafas (angin), makanan, dan aliran darah.

Jika serangan itu langsung menakutkan, tentu saja kita bisa waspada menyambutnya, dengan segala persiapan. Yang konyol dan sering terjadi adalah serangan setan (jin dan manusia) itu sesuatu yang menyenangkan. Mereka menawarkan berbagai umpan kenyamanan “makanan” bagi nafsu amarah dan lawwamah. Kita hampir pasti terlena dengan serangan demikian karena serangan itu langsung mengenai apa yang nafs-nafs kita butuhkan.

Maka, ayo rajin-rajin mengunjungi kalbu, mengajaknya untuk berdzikir, memohon perlindungan dari-Nya, agar dikaruniai kekuatan lahir bathin, agar terlindung dari godaan setan jin dan setan manusia. Memang setan ada di mana-mana dan kapan saja, dan karena itu kita harus siap di mana pun dan kapan pun.

Kita kunjungi kalbu kita dengan Kalimah Allah. Kita biasakan kalbu kita untuk senantiasa berlindung hanya kepada-Nya, karena hanya Dia-lah yang memegang segala kekuatan. Jika kalbu kita jarang kita kunjungi, jangan heran banyak jin atau setan beranak-pinak di dalamnya, dan mengalir bebas ke seluruh tubuh kita lewat aliran darah—yang dengan leluasa membisiki dan memerintah kita untuk berpikir dan berbuat sesuai apa yang mereka inginkan.
   
Ibaratnya, hati dan cinta. Jika hati Anda jarang dikunjungi hati pasangan Anda dengan cinta dan kasih sayang, sangat boleh jadi ada setan-setan cinta akan berusaha memasuki dan mengujunginya, baik setan yang berupa jin maupun setan yang berupa manusia. Waspadalah.***

Pontianak, 7 Maret 2013
Much. Khoiri

Tidak ada komentar: