Much. Khoiri
Semua
tempat yang layak dihuni dan dimiliki manusia, namun tidak dihuni atau jarang
dikunjungi, akan diambil-alih oleh jin. Rumah atau gedung yang tak pernah
ditempati, itu peluang bagi jin untuk menghuninya.
Jika
Anda tak percaya, silakan memasuki rumah atau gedung tua yang sudah lama tak
pernah dihuni, terutama pada malam hari. Berjalanlah secara perlahan dan natural
ke sudut-sudut bangunan itu, terlebih di gudang atau kamar mandi. Atau duduklah
berlama-lama di sana, dan amati serta rasakan apa yang terjadi. Mungkin Anda
merasa ada hembusan angin dan Anda merinding dibuatnya.
Jika
hal itu terjadi, janganlah takut. Itu artinya aora (cahaya diri) Anda sedang bersinggungan
atau bergesekan dengan aora sebangsa jin. Bedanya, dia bisa melihat Anda,
sebaliknya Anda (mungkin) tak bisa melihatnya. Meski demikian, Anda bisa
merasakan keberadaan dan kehadirannya. Jika tak terjadi apa-apa setelah itu,
berarti si jin memang tak berminat untuk mengganggu Anda.
Mengapa
tak perlu takut? Jin itu sama-sama makhluk Tuhan, seperti halnya manusia.
Bahkan, jin diciptakan lebih dulu (lebih senior) daripada manusia. Wamaa khalaqtul jinna wal insya illa
liya’buduun (Dan tidaklah Kami ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk
mengabdi kepada-Ku.) Jin diciptakan dari api, sedang manusia dari sari pati
tanah. Meski dalam banyak aspek ada perbedaan antara jin dan manusia; hakikat
kemakhlukan dua pihak ini sama: Sama-sama makhluk Tuhan.
Karena
sama-sama makhluk Tuhan, Anda janganlah takut hanya akibat bersinggungan,
bergesekan, atau bersimpangan aora dengan jin. Yakini bahwa ada jin yang baik,
ada juga jin yang jahat (biasa disebut setan atau iblis)—sama dengan manusia.
(Bahkan, ada yang menyangatkan begini: Manusia yang baik bisa melebihi maqam malaikat,
sedangkan manusia jahat bisa melebihi setan atau iblis terjahat.). Kecuali
kalau si jin itu mulai iseng dan usil, barulah Anda boleh waspada.
Jika
jin sedang iseng atau sengaja menggoda Anda, dia akan menjelma atau memvisualisaikan
dirinya ke dalam sesuatu yang mudah Anda lihat, agar Anda takut, karena Anda
berpikir bahwa apa yang terjadi berada di luar kewajaran. Misalnya, dia akan
membuka-menutup pintu, mematikan lampu, atau menggerakkan benda-benda di depan
Anda. Atau mungkin dia akan merupakan
diri dalam wujud tengkorak, pocong, atau sundel bolong misalnya.
Namun,
sekali lagi, tak usah takut. Ketakutan Anda justru akan meningkatkan intensitas
jin yang sudah menjelma menjadi setan itu dalam menggoda Anda. Jika Anda kian
takut, dia akan ketawa terbahak-bahak, karena dia telah mengalahkan Anda dengan
mudah. Jika Anda kian takut, Anda mungkin blangkemen,
tak mampu mengucap satu patah pun. Setan pastilah kegirangan.
Maka,
tenangkan diri, dan beranilah menghadapinya. Hadapi dia bukan dengan fisik, karena
dia tidak berbentuk fisik. Mubasir saja jika Anda menerapkan jurus bela diri
Anda untuk menghadapi “serangan” jin atau setan seperti itu. Sebaliknya, Anda
harus menghadapinya dengan kekuatan spiritual yang bersumber dari kalbu yang
terlatih dengan Kalimah Allah. Dalam kondisi ini kalian berada dalam dimensi
yang seimbang.
Memang
benar bahwa bangsa jin itu jauh lebih tua daripada bangsa manusia. Mereka
bertumbuh dan berkembang, namun belum pernah mati. Umurnya tak terbatas. Dari
segi pengalaman, mereka pasti sangat teruji. Nabi Adam AS saja pernah diperdaya
dan ditaklukkan hingga beliau terusir dari surga; sehingga anak-keturuan jin
juga bisa sangat sakti hingga sekarang dan bahkan hingga kiamat tiba.
Namun,
jangan lupa. Manusia dikaruniai kalbu, segumpal daging di dada kiri (*secara
jasmaniah, itu disebut jantung!) yang menentukan baik-buruknya keseluruhan manusia
itu. Yakni kalbu yang di dalamnya bersemayam akal (kusir otak; superego) dan
nafs (self, diri)—baik nafs insani yang mengarahkan ke taqwa maupun nafs
basyari (hewani) yang mengarahkan ke kefasikan. Justru karena posisi inilah, manusia
bisa jauh lebih dahsyat kekuatan sipiritualnya dibandingkan jin atau setan;
atau justru sebaliknya. Inilah keunikan manusia.
Jadi,
kalau menghadapi jin atau setan, Anda harus menghadapinya dengan kekuatan
spiritual. Mungkin Anda akan membaca mantra ini dan itu, atau membaca ayat-ayat
suci tertentu. Namun, tunggu dulu. Yang penting bukan mantra atau ayat yang
Anda baca, namun kalbu Anda yang membaca mantra atau ayat-ayat tersebut.
Kualitas kalbu Anda akan menentukan apakah si jin atau si setan takluk pada
Anda ataukah justru sebaliknya.
Kalau
kalbu Anda tidak pernah berdzikir, sebagus apapun ayat yang Anda baca, tak akan
mungkin memberikan efek dan dampak serang terhadap si jin/setan. Itu tak ada
bedanya dengan menggumamkan kalimat-kalimat biasa dalam bahasa Anda sendiri.
Setan tak akan takut pada Anda; justru Anda-lah yang akan tertimpa ketakukan.
Maksudnya,
doa-doa yang dipanjatkan para sufi atau kiai-kiai besar berbeda tingkat
kemakbulannya dibandingkan dengan doa-doa kita akibat tingkat intensitas kalbu
yang memanjatkannya. Jika Anda minta didoakan sembuh oleh kiai khos akibat
sakit tertentu, Anda mungkin hanya diberi segelas air putih untuk Anda minum. (Air
putih yang diberi pak Kiai mengandung doa-doa dengan kekuatan Kalimah Allah.) Sementara
itu, hal yang sama mungkin tak mampu Anda lakukan.
Begitulah,
dalam “melayani” tantangan jin atau setan, Anda tidak memiliki pilihan kecuali
mengintensifkan kalbu Anda untuk membiasakan diri dengan Kalimah Allah.
Pembiasaan ini lazim ditempuh lewat dzikir, siang maupun malam. Dengan dzikir,
selain menjadi tenang, kalbu akan menjadi terpelihara dari bisikan setan laknatullah,
terjaga dari pikiran dan perbuatan yang mengakibatkan kemudharatan untuk diri
sendiri dan orang lain.
Dalam
keadaan dzikir, jika Anda membaca ayat Kursiy saat menghadapi genderuwo
misalnya, dia akan lari terbirit. Namun jika kalbu Anda tidak pernah berzikir,
dan kalbu Anda bebal, genderuwo itu pastilah hanya terbahak-bahak. Bacaan Anda
tidak akan memberikan dampak ketakukan padanya sama sekali. Terlebih kalau
kalbu Anda masih (maaf) kotor dengan berbagai jenis dosa.
Terlebih
dipahami, setan itu bukan hanya berupa jin sendiri, melainkan juga berupa
manusia. Kedua jenis setan ini bisa membisiki nafs manusia untuk melakukan
berbagai perbuatan ke arah kefasikan. Mereka membisikkan serangan demi serangan
dari segala penjuru arah, termasuk lewat ubun-ubun, ada yang menyusup lewat
nafas (angin), makanan, dan aliran darah.
Jika
serangan itu langsung menakutkan, tentu saja kita bisa waspada menyambutnya,
dengan segala persiapan. Yang konyol dan sering terjadi adalah serangan setan
(jin dan manusia) itu sesuatu yang menyenangkan. Mereka menawarkan berbagai umpan
kenyamanan “makanan” bagi nafsu amarah dan lawwamah. Kita hampir pasti terlena
dengan serangan demikian karena serangan itu langsung mengenai apa yang nafs-nafs
kita butuhkan.
Maka,
ayo rajin-rajin mengunjungi kalbu, mengajaknya untuk berdzikir, memohon
perlindungan dari-Nya, agar dikaruniai kekuatan lahir bathin, agar terlindung
dari godaan setan jin dan setan manusia. Memang setan ada di mana-mana dan
kapan saja, dan karena itu kita harus siap di mana pun dan kapan pun.
Kita
kunjungi kalbu kita dengan Kalimah Allah. Kita biasakan kalbu kita untuk
senantiasa berlindung hanya kepada-Nya, karena hanya Dia-lah yang memegang
segala kekuatan. Jika kalbu kita jarang kita kunjungi, jangan heran banyak jin
atau setan beranak-pinak di dalamnya, dan mengalir bebas ke seluruh tubuh kita
lewat aliran darah—yang dengan leluasa membisiki dan memerintah kita untuk
berpikir dan berbuat sesuai apa yang mereka inginkan.
Ibaratnya,
hati dan cinta. Jika hati Anda jarang dikunjungi hati pasangan Anda dengan
cinta dan kasih sayang, sangat boleh jadi ada setan-setan cinta akan berusaha
memasuki dan mengujunginya, baik setan yang berupa jin maupun setan yang berupa
manusia. Waspadalah.***
Pontianak,
7 Maret 2013
Much.
Khoiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar